Benarkah Rock telah mati? Atau gimana?
Benarkah rock telah mati? Mengapa lagu rock sekarang lebih jarang terdengar, atau setidaknya kita lihat pada tangga lagu terpopuler di spotify atau billboard sudah jarang didominasi genre tersebut, justru music jaman sekarang didominasi oleh genre Pop, Hip-hop bahkan K-Pop, lalu dimanakah genre rock?
Untuk menjawab itu mari kita Kembali ke era keemasan atau golden age nya genre rock yang dimana saya juga belum lahir, namun dengan beberapa informasi dan juga pengalaman saya sendiri yang mendengarkan lagu rock meskipun tidak begitu banyak, saya merasa bahwa tahun 70an itu kok sangat banyak lagu rock mendominasi mungkin karena pada era itu rock sedang berada di puncak kejayaannya, dengan munculnya banyak band legendaris dan inovasi dalam gaya bermusik yang terasa segar dan membebaskan.
Rock di era itu bukan hanya genre musik, tapi juga bentuk ekspresi budaya, perlawanan, dan kebebasan yang sangat kuat. Ia menjadi suara bagi generasi muda di jaman itu, yang ingin melawan arus, mempertanyakan sistem, dan menyuarakan emosi mereka secara jujur namun meledak-ledak.
Band-band seperti Led Zeppelin, Pink Floyd, Queen, The Rolling Stones, hingga The Who bukan hanya menciptakan lagu, tapi juga menghadirkan pengalaman musikal yang menyeluruh dari lirik yang penuh makna, eksplorasi suara dan teknologi, hingga penampilan panggung yang karismatik. Mereka membentuk identitas zaman.
Namun, ke mana perginya rock? Mengapa ia seakan menghilang dari permukaan?
Bukan karena ia kalah tapi karena dunia berubah. Arus zaman bergerak cepat, selera global menyesuaikan diri dengan algoritma dan ketukan yang lebih singkat, lebih manis, lebih mudah dibagi dalam bentuk potongan-potongan video yang viral. Musik pop, hip-hop, dan K-pop mengambil alih panggung utama karena mereka lebih lentur di hadapan zaman digital yang serba instan dan haus perhatian sesaat.
Sementara itu, rock bukanlah musik yang lahir untuk mengejar algoritma. Ia tidak dibentuk untuk mengekor tren, tapi untuk menantangnya. Lagu-lagu rock sering terlalu panjang untuk masuk ke playlist TikTok, terlalu jujur untuk sekadar menjadi latar musik estetik, dan terlalu liar untuk dibungkus rapi oleh formula komersial. Karena itu, rock tak lagi duduk di tahta popularitas. Tapi bukan berarti ia mati.
Tidak. Rock tidak mati!! Ia justru kembali ke akar perjuangannya.
Ia bersembunyi di bawah tanah, tumbuh di garasi-garasi sempit, berteriak di panggung kecil yang berdebu, dan meledak dalam dada mereka yang masih percaya bahwa musik bukan sekadar hiburan, tapi perlawanan, pelampiasan, dan jiwa yang terbakar.
Hari ini, rock adalah semacam api kecil yang dijaga oleh tangan-tangan setia oleh para musisi yang tidak peduli apakah lagu mereka masuk Billboard atau tidak, oleh para pendengar yang masih rela membeli kaset, vinyl, atau menempuh perjalanan jauh hanya untuk berdiri di tengah kerumunan dan berteriak bersama. Mungkin tak semua orang melihatnya, tapi mereka yang menemukannya tahu: rock masih bernyawa, dan masih menggigit.
Rock bukan lagi tentang dominasi. Ia tentang keteguhan. Tentang bertahan di tengah badai. Tentang suara yang tetap lantang walau tak semua orang mendengarkan.
Dan siapa tahu—seperti roda sejarah yang selalu berputar, mungkin suatu hari nanti, rock akan bangkit kembali. Bukan karena dunia memanggilnya, tapi karena ia memang tak pernah benar-benar pergi.